Al-hub ((الحب, yang artinya cinta
merupakan salah satu amalan hati, yang apabila amalan tersebut kita curahkan untuk
Allah dan Rasul-Nya dan orang-orang mukmin yang senantiasa komitmen terhadap agama-Nya,
maka kabar gemabira buatnya, yaitu kelak di akhirat bersama Rasulullah s.a.w.
sebagaimana hadist berikut :
عَنْ أَنَسٍ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، أَنَّ
رَجُلاً سَأَلَ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم ، عَنِ السَّاعَةِ فَقَالَ مَتَى
السَّاعَةُ قَالَ وَمَاذَا أَعْدَدْتَ لَهَا قَالَ : لاَ شَيْءَ إِلاَّ أَنِّي
أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ : أَنْتَ مَعَ مَنْ
أَحْبَبْتَ قَالَ أَنَسٌ فَمَا فَرِحْنَا بِشَيْءٍ فَرَحَنَا بِقَوْلِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم
أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ قَالَ أَنَسٌ فَأَنَا
أُحِبُّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَأَرْجُو أَنْ
أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّي إِيَّاهُمْ وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ
أَعْمَالِهِمْ
Artinya “ Dari
Anas Bin Malik r.a , seorang laki-laki (orang arab Badui) bertanya
kepada rasulullah s.a.w tentang hari kiamat, dia berkata kapan hari kiamat ya
Rasulullah. Rasulullah s.a.w. bersabda : Apa yang telah kamu siapkan untuk
menghadapi hari kiamat tersebut?. Kemudian laki-laki tadi menjawab, tidak
banyak persiapanku, hanya satu aku mencintai Allah dan Rasulnya. Maka
Rasulullah s.a.w. menjawab “Engkau nanti akan dikumpulkan bersama orang yang
engkau cintai”. Anas Bin Malik r.a berkata ; Maka kami tidak pernah
merasakan kegembiraan seperti gembiranya kami setelah mendengarkan sabda
Rasulullah s.a.w “engkau bersama
orang yang engaku cintai” . kemudian
Anas bin Malik r.a berkara lagi maka aku mencintai Rasul s.a.w. Abu Bakar r.a, Umar
r.a, dan aku berharap Allah mengumpulkan aku bersama mereka di surga nanti
dengan kecintaanku kepada mereka meskipun aku belum bisa mengamalkan amalan
seperti amalan yang merekalakukan. (HR. Bukhori (dalam kitab shahi bukhori. hal
14-15)
Akan tetapi haruslah kita ketahui,
seperti apakah itu cinta kepada Alah dan Rasul-Nya, karena kebanyakan manusia
mengaku cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, akan tetapi hakekatnya mereka
menetang mereka, Sehingga ucapan mereka adalah ucapan yang dusta.
Adapun kedudukan dan ta’rif (arti)
dari hakekat cinta pada cinta kepada Allah yaitu sebagaimana yang telah di
jelaskan dalam firman-Nya :
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ
فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ
غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya “Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar)
mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni
dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali
‘imron (3) : 31).
syaikh
Abdurrahman bin Nasir As-sa’di menafsirkan ayat di atas. Beliau berkata ayat
ini menjelaskan tentang wajibnya mencintai Allah, tanda-tandanya, perolehan
serta buah dari cinta pada-Nya. Yang mana cinta kepada Allah mempunyai
kedudukan yang tinggi, dan harus di atas yang lainn-Nya, termasuk cinta pada
dirinya sendiri, serta tidak cukup hanya dengan pengakuan saja, akan tetapi
harus disertai degan ketulusan. Tanda-tanda tulusnya cinta seseorang kepada
Allah yaitu ittiba’ (mengikuti) Rasulullah s.a.w dalam segala aspek, yaitu
mengikuti Rasul dalam ucapan maupun perbuatan, mengikuti Rasul dalam
dasar-dasar agama serat cabang-cabangnya, dan
mengikuti Rasul lahir maupun batin. Barangsiapa yang ittiba’ kepada
Rasul menunjukkan ketulusan cinta kepada Allah, dan Allah akan mengampuni dan
menguatkan dalam gerak maupun diamnya disebabkan cintanya pada Allah. Dan
barangsiapa yang tidak ittiba’ pada Rasul maka apa yang dia nyatakan adalah
dusta, karena mengikuti Rasul merupakan syarat ketulusan cinta pada Allah.
sedangkan kedudukan dan ta’rif
(pengertian) cinta kepada Rasulullah
s.a.w dijelaskan dalam sebuat hadist
berikut :
وعن أنس رضي الله عنه : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : [ لا
يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من ولده ووالده والناس أجمعين ] أخرجاه أي البخاري
ومسلم
Artinya “Tidak
sempurna iman sesorang sampai dia mencintaiku melebih cintanya pada anaknya,
orang tuanya, dan seluruh manusia. (HR.Bukori Muslim)
Bahkan di
hadist lain yang di riwayatkan oleh Umar r.a cinta pada Rasul harus melebihi
cinta pada dirinya sendiri. Dan di jelaskan dalam kitab Fathul Majid Syarah
Kitab Tauhid bahwa seseorang yang tidak ber-Ittiba’ pada Rasulullah
maka cinta pada Rasulullah adalah dusta, dengan dalil berikut :
وَيَقُولُونَ آمَنَّا بِاللَّهِ
وَبِالرَّسُولِ وَأَطَعْنَا ثُمَّ يَتَوَلَّى فَرِيقٌ مِنْهُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ
وَمَا أُولَئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ
Artinya “dan
mereka berkata: "Kami telah beriman kepada Allah dan rasul, dan Kami
mentaati (keduanya)." kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu,
sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman.” (QS. An-nur
(24) :47)
Jadi untuk meraih surga dengan cinta
yaitu dengan mengarahkan rasa cinta kita kepada Allah dan Rasulullah, dengan
cara ber-Ittiba’ (mengikuti) Rasul dalam segala aspek kehidupan, baik dalam bernegara,
bermasyarakat berkeluarga bahkan dalam segala tindakan yang kita lakukan,
sehingga kelak kita di akherat bisa mendapat syafaatnya dan berjumpa dengan-Nya
di surga. Akan tepai jika kita menjauhi hal tersebut (ittiba’), bahkan
mengikuti musuh-musuh Allah (orang kafir) dalam menjalani hidup ini, maka
lihatlah hidupnya yang tidak pernah merasakan kesenagan dlam beribadah
kepadanya, dan kelak dia juga tidak akan mendapatkan kesenagan (surga). Sebagai
mana yang dikatakan oleh Ibnu Taymiyyah.
"إن في
الدنيا جنة من لم يدخلها لم يدخل جنة
الآخرة"
Sesungguhnya di
dunia ini ada surga (kekhusyu’an dalam beribadah), barangsiapa yang belum
menadaptkannya maka dia tidak akan masuk di dalam surga nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar